Pergumulan antara Mitologi dengan Logos
Mitologi adalah alam semesta dan kejadian-kejadian setiap yang
orang dapat menyaksikan di dalamya. Mitologi Yunani meskipun menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang alam semesta itu, tetapi jawaban jawaban demikian
diberikan justru masih dalam bentuk mite yang meloloskan diri dari tiap-tiap
control pihak rasio. Dan baru pada sekitar abad ke-6 s. M, orang-orang mulai
berkembang sikapnya yang sama sekali berlainan dengan kepercayaannya akan
mitologi. Sejak saat itu orang mulai mencari jawaban-jawaban yang rasional
terhadap problem problem yang timbul dari alam semesta, karena itu logos (akal
budi, rasio) mulai mengganti kedudukan mythos, sehingga dapat dikatakan
lahirlah filsafat. Sebagai catatan bahwa dalam bahasa Yunani, logos mempunyai
arti lebih luas dari kata rasio. Logos dapat berarti sabda maupun juga rasio,
namun bila diversuskan dengan mythos, maka logos harus diterjemahkan dengan
kata “rasio”.
Filsafat meskipun lahir pada saat
rasio mengalahkan mythos, namun bukan berarti bahwa seluruh mitologi
dtinggalkan secara sporadis. Proses rasio menggantikan mythos itu berlangsung
secara berangsur-angsur. Jadi seluruh filsafat Yunani merupakan suatu
pergumulan yang panjang antara mythos dan logos, oleh karena itu tidak sulit
untuk menunjukkan pengaruh mitologi atas para filsuf yang pertama atau filsuf
pra Socrates. Meskipun demikian, pada abad ke-6 s. M di negeri Yunani
terjadilah peristiwa-peristiwa yang sama sekali baru yaitu, bahwa para filsuf
pertama memandang dunia dengan cara yang belum pernah dipraktekkan oleh orang
lain. Mereka tidak mencari lagi keterangan tentang alam semesta seperti dalam
peristiwa-peristiwa mitis yang pada mulanya harus dipercaya saja, melainkan
bahwa mereka mulai berpikir sendiri. Jika terjadi peristiwa peristiwa alam yang
dapat diamati secara umum, mereka mulai mencari keterangan yang memungkinkan
untuk dimengerti peristiwa-peristiwa itu. Tidak pelak lagi bahwa
keterangan-keterangan semacam itu bagi orang jaman sekarang seringkali agak
naïf kedengarannya, namun yang sangat penting adalah cara rasional dan logis
yang mereka gunakan untuk mendekati problem-problem yang ditemui dalam alam semesta. Contoh sederhana yaitu,
adanya peristiwa pelangi di ufuk baik di bagian Barat maupun bagian Timur. Bagi
masyarakat Yunani yang tradisional atau
yang kuno, menganggap bahwa pelangi adalah seorang bidadari sebagai pesuruh
para dewa turun tangga menuju bumi. Hal ini ditanggapi bila membaca dan memahami puisi-puisi Homeros, dan Xenophanes
salah seorang filsuf pertama mengatakan bahwa pelangi merupakan suatu awan.
Satu abad kemudian Anaxagoras mengatakan bahwa pelangi disebabkan oleh pantulan
matahari dalam awan. Oleh karena dengan pendekatan demikian itu, yaitu secara
rasional dan dapat dikontrol oleh siapa saja, maka terbukalah kemungkinan untuk
memperdebatkan hasil-hasilnya secara leluasa dan untuk umum. Satu jawaban akan
menampilkan pertanyaan pertanyaan lain dan kritik atas satu keterangan akan
menuntut timbulnya keterangan lain, sehingga dalam suasana rasional maka
terciptalah saasana perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan secara ilmiah
akan dapat dimungkinkan.
Jika dikatakan filsafat lahir
karena logos telah mengalahkan mythos, maka sekali lagi harus ditekankan bahwa
kata “filsafat” di sini meliputi baik filsafat maupun ilmu pengetahuan, dan
kedua-duanya harus dibedakan dengan terminologi modern tentang filsafat dan
ilmu pengetahuan. Bagi orang Yunani pada waktu itu, filsafat merupakan suatu
pandangan rasional tentang segala-galanya. Baru kemudian berangsur-angsur dalam
sejarah kebudayaan, ilmu-ilmu pengetahuan satu demi satu melepaskan diri dari
filsafat, agar memperoleh otonominya demi ilmu itu sendiri. Jadi jika dirunut
secara dalam dan jauh ke belakang, para filsuf dikemudian hari seperti
Descartes, Immanuel Kant, Hegel, Husserl, dan para ilmuwan seperti Newton,
Planck, dan Einstein, serta Colombos, dan masih banyak lagi, mereka mempunyai
leluhur yang sama di negeri Yunani. Oleh sebab itu bangsa Yunani mendapat
kehormatan yang tidak kecil, karena merekalah yang menelorkan cara berpikir
ilmiah. Seperti kata J. Burnet: “it is an adequate description of science to
say that it is thinking about the world in the Greek way”. Jadi merekalah
sebagai pendasar-pendasar pertama kultur Barat, bahkan kultur sedunia, sebab
cara pendekatan ilmiah semakin menjadi unsur hakiki dan merangkum semua
kebudayaan diseantero jagad raya.
Komentar
Posting Komentar