pendidikan
MODEL PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam system pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan
hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah
pendidikan, akan tetapi juga memeberikan pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus dimiliki setiap siswa. Kurikulum
sebuah wadah yang akan menentukan arah pendidikan. Berhasil dan tidaknya sebuah
pendidikan sangat bergantung dengan kurikulum yang digunakan. Kurikulum disusun
oleh ahli pendidikan, pendidik, pejabat pendidikan serta unsur masyarakat
lainnya. Kurikulum yang disusun dipusat terdiri dari beberapa mata pelajaran
pokok dengan harapan agar peserta didik diseluruh Indonesia mempunyai standar
kecakapan yang sama. Kurikulum tersebut dinamai Kurikulum Nasional atau
Kurikulum Inti. Dan kurikulum yang lain yang disusun di daerah-daerah disebut
Kurikulum Muatan Lokal. Rancangan ini disusun dengan tujuan memberi pedoman
kepada pelaksana pendidikan dalam proses bimbingan perkembangan siswa untuk
mencapai tujuan yang di cita- citakan siswa sendiri dan mempersiapkan peserta
didik agar mereka dapat hidup.
Kurikulum
dan pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai
rencana atau program, Kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak di implementasikan
dalam bentuk pembelajaran.
Kurikulum
berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan, serta isi
yang harus dipelajari sedangkan pengajaran adalah proses terjadi guru dan
siswa. Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan
gagasan yang di rumuskan oleh pengembangan kurikulum. Rencana tertulis itu
kemudian menjadi dokumen kurikulum yang membentuk sutu system kurikulum yang
terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu
sama lain, seperti misalnya komponen tujuan yang menjadi arah pendidikan,
komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, komponen
evaluasi. Komponen-komponen yang membentuk system kurikulum yang menjadi
pedoman guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar di dalam kelas. Dengan demikian maka dapat dikatakan system
pengajaran merupakan pengembangan dari system kurikulum yang digunakan. Oleh
karna system pengajaran melahirkan tindakan-tindakan guru dan siswa , maka
dapat juga dikatakan bahwa tindakan tindakan itu pada dasarnya implementasi
dari kurikulum yang selanjutnya implementasi itu akan memberikan masukan dalam
proses perbaikan kurikulum. Demikian terus menerus, sehingga proses
pengembangan kurikulum membentuk siklus tanpa ujung. Tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka
pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. “without a curriculum or plan, there can be no effective instruction and
without instruction the curriculum has little meaning”(saylor, Alexander dan lewis 1981:10).
Isi dan
system pengembangan kurikulum bersumber dari budaya masyarakat. Berdasarkan
sumber tersebut ditentukan kriteria penyusunan dan kriteria pemilihan.Sistem
pengembangan kurikulum akan melahirkan rangkaian pengajaran serta hasil yang
diharapkan sesuai dengan kurikulum.
Rangkaian pengajaran inilah yang kemudian akan mengkristal dalam system
pengajaran yang tiada lain adalah tindak lanjut dari pengembangan system
kurikulum. Dalam implementasinya system pengajaran akan di pengaruhi oleh isi pelajaran
(keluasan dan kedalaman materi serta jenis materi pelaajran itu sendiri) dan
berbagai instrument pendukung yang kesemuanya itu tidak akan lepas dari social
budaya masyarakat. Sistem pengajaran secara langsung dapat di pengaruhi oleh
prilaku mengajar (seperti kualitas pengajar, waktu pengajaran, kemampuan
mengajar guru, dan lain sebagainya). Dari sitem pengajaran itulah selanjutnya
dapat melahirkan hasil belajar siswa. Ada tiga konsep tentang kurikulum,
kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
Konsep
pertama, kurikulum sebagai suatu substansi. Kurikulum dipandang sebagai suatu
rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu
perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan
tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu
kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan
pendidikan denganmasyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup
tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
Konsep
kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan
bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem
masyarakat.Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur
kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari system kurikulum
adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap danamis. Mauritz Johnson membedakan
antara kurikulum dengan pengajaran. Yang membedakan antara
keduanya yaitu
pengajaran merupakan interaksi
siswa dengan lingkungan sekitar,
sedangkan kurikulum adalah rentetan hasil belajar yang diharapkan atau sebagai
tujuan.
Konsep
ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum yang merupakan
bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan
kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan
system kurikulum.
Pengembangan
kurikulum menjadi amat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni budaya serta perubahan masyarakat pada tataran
lokal, nasional, regional dan global di masa depan. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang
cukup luas. Menurut sukmadinata
(2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama
sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum, yang
telah ada (curriculum improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada
satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum
mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan dasar sebaran mata pelajaran,
garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan
(macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum
(GBPP) yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan
persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru
di sekolah, seperti penyususnan rencana tahunan, caturwulan, satuan pelajaran,
dan lainnya.
Dalam
pengembangan kurikulum dapat diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan
dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternative yang menekankan pada
kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan kompetensi suatu pekerjaan,
kebutuhan masyarakat, atau permasalahan social. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori yang tepat agar kurikulum yang
dihasilkan bisa efektive.
Dengan
memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model
pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja
secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga harapan ideal
terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori
dan praktik bisa diwujudkan.
Menurut
God (1972) dan Travers (1973) , model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau system dalam bentuk naratif , matematis,
grafis, serta lambing-lambang lainya. Model pada dasarnya berkaitan dengan
rancangan yang dapat digunakan untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai
petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan atau sebagai
perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang
baik adalah model yang baik adalah model
yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara
mendasar dan menyeluruh. Dalam mengembangkan kurikulum ada beberapa model yang
dapat digunakan,yaitu:
1. Model
Ralph Tyler
Model
pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler diajukan berdasarkan pada
beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah dalam pengembangan
kurikulum. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
1.Tujuan
pendidikan apa yang harus dicapai oleh sekolah?
2.
Pengalaman-pengalaman apakah yang semestinya diberikan untuk
mencapai tujuan pendidikan?
3.Bagaimanakah
pengalaman-pengalaman pendidikan sebaiknya
diorganisasikan?
4. Bagaimanakah menentukan bahwa tujuan telah
tercapai?
Oleh karena itu, menurut Tyler
ada 4 tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum yang meliputi :
1. Menentukan tujuan pendidikan.
2. Menentukan proses pembelajaran yang harus
dilakukan.
3. Menentukan organisasi pengalaman belajar.
4. Menentukan evaluasi pembelajaran.
Berikut ini penjelasan setiap
tahapan model pengembangan kurikulum Tyler :
1.Menentukan
Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan merupakan arah atau sasaran yang harus dicapai dalam program
pendidikan dan pembelajaran. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai
sumber dalam penentuan tjuan pendidikan menurut Tyler yaitu : a) Hakikat
peserta didik. b) Kehidupan masyarakat masa kini dan c) Pandangan para ahli
bidang studi. Selanjutnya difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan
nilai filosofis pendidikan serta psikologi belajar.
Ada lima
faktor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan
kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap
kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik dan pengembangan sikap social.
2. Menentukan
Proses Pembelajaran
Salah
satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah
persepsi dan latar belakang kemampuan peserta didik. Artinya, pengalaman yang
sudah diperoleh siswa harus menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan proses
pembelajaran selanjutnya.
3.Menentukan
Proses Pengalaman Belajar
Pengalaman
belajar harus mencakup tahapan-tahapan balajar dan isi atau materi
pembelajaran. Pengalaman harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat
memudahkan dalam pencapaian tujuan. Ada beberapa prinsip dalam menentukan
pengalaman belajar siswa yaitu, pertama pengalaman siswa harus sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai . Kedua, setiap pengalaman belajar harus memuaskan
siswa. Ketiga, setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan
siswa. Keempat, dalam satu pengalaman belajar dapat mencapai tujuan yang
berbeda.
4.
Menentukan Evaluasi Pembelajaran
Jenis
penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan
pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya. Fungsi evaluasi digunakan data untuk memperoleh
data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik. Dengan kata lain,
bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh
setiap siswa . Fungsi ini disebut dengan
fungsi sumantif. Untuk melihat
efektivitas proses pembelajaran. Dengan kata lain, apakah program yang disusun
telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan. Fungsi tersebut disebut fungsi
normative.
2. Model Administratif
Pengembangan
kurikulum model ini juga disebut dengan istilah dari atas ke bawah (top down),
artinya pengembangan kurikulum ini merupakan ide awal dan pelaksanaannya
dimulai dari para pejabat tingkat atas pembuat keputusan dan bijakan berkaitan
dengan pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membuat suatu tim panitia
pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa
anggota yang terdiri dari para ahli, yaitu : ahli pendidikan, kurikulum,
disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia
kerja.
Tim ini
bertugas untuk mengembangkan konsep-konsep umum, landasan, rujukan, maupun
strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum secara
operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan pendidikan
maupun pembelajaran, pemilihan dan penyusunan rambu-rambu dan substansi materi
pelajaran, menyusun alternative proses pembelajaran, dan menentukan penilaian
pembelajaran.
Selanjutnya
kurikulum yang sudah disusun kemudian diajukan untuk diperiksa dan diperbaiki
oleh tim pengarah. Tim ini melakukan penyesuaian antara aspek-aspek kurikulum
secara terkoordinasi dan menyiapkan secara system dalam rangka uji coba maupun
dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan. Setelah perbaikan, kurikulum
tersebut perlu diujicobakan secara nyata dibeberapa sekolah yang dianggap
representative. Pelaksana uji coba adalah tenaga professional sebagai pelaksana
lapangan, yaitu kepala sekolah dan guru-guru yang tidak dilibatkan dalam
penyusunan kurikulum.
Supaya
uji tersebut mengahasilkan masukan yang efektive maka diperlukan kegiatan
monitoring dan evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki atau yang
menyempurnakan berdasarkan pelaksanaan di lapangan. Kurikulum ini merupakan
kurikulum yang bentuknya seragam dan bersifat sentralistik, sehingga kurang
sesui jika diterapkan dalam dunia pendidikan yang menganut desentralisasi.
Selain dari pada itu, kurikulum ini kurang tanggap terhadaop perubahan nyata
yang dihadapi para pelaksana kurikulum di lapangan. Perubahan lebih cenderung
dilakukan berdasarkan pola pikir pihak atasan pendidikan.
3. Model Grass
Roots
Pengembangan
kurikulum model ini merupakan kebalikan dari model administratif.Model Grass
Roots merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah atau
dari bawah ke atas. Model ini diberi
nama Grass Roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang
dari seorang guru atau sekelompok guru disuatu sekolah. Model Grass Roots lebih
demokratis karena pengembangan dilakukan oleh para pelaksana di lapangan,
sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-unit terkecil dan
spesifik menuju bagian yang lebih besar. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan model ini yaitu :
1. Guru harus memiliki kemampuan
yang professional
2. Guru harus terlibat penuh
dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian
kurikulum
3. Guru harus terlibat langsung
dalam perumusan tujuan
4. Pertemuan kelompok yang
dilakukukan guru akan berdampak terhadap
pemahaman guru dan akan menghasilkan konsensus tujuan, prinsip, maupun
rencana-rencana.
Dalam
prosesnya, guru-guru harus mampu melakukan kerja operasional dalam pengembangan
kurikulum secara kooperatif sehingga dapat menghasilkan suatu kurikulum yang
sistematik.Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikulum model
ini sangat membutuhkan dukungan moril maupun materil yang bersifat kondusif
dari pihak pimpinan.
4. Model Demonstrasi
Menurut
Smith, Stanley dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini. Pertama ada
beberapa kelebihan model pengembangan ini, yaitu :
Pertama, sekelompok guru dari
satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk
melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum.Unit ini melakukan
suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan
suatu model kurikulum.Pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak
Departemen Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi
dan perbaikan suatu kurikulum.
Kedua,
dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah
ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan
pengembangan secara mandiri.Pada dasarnya guru melakukan percobaan yang belum
pernah ada sebelumnya dan merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum. Dengan
harapan akan ditemukan pengembangan kurikulum yang lebih baik dari yang telah
ada sebelumnya.
Ada
beberapa kelebihan dalam penerapan model pengembangan ini, yaitu :
1.
Kurikulum
ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan
diteliti
secara ilmiah
2.
Perubahan
kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil
akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum
yang sangat luas dan kompleks
3.
Hakekat model demonstrasi berskala kecil akan
terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan dilapangan
4.
Model
ini akan menggerakan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan
sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan
program baru.
5. Model Miller-Seller
Model
pengembangan Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari
model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson), dengan
tahapan pengembangangan sebagai berikut :
1.
Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Orientasi
ini merefleksikan pandangan filosofis, psikologis dan sosiologis terhadap
kurikulum yang seharusnnya dikembangkan.Menurut Miller Seller ada tiga jenis
orientasi kurikulum yaitu transmisi, transaksi dan transformasi.
2.
Pengembangan Tujuan
Langkah
berikutnya adalah mengembangkan tujuan umum (aims) dan tujuan khusus
berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks
ini adalah merefleksikan pandangan orang (image person) dan pandangan kemasyarakatan.Oleh
karena itu perlu dikembangkan tujuan-tujuan yang lebih khusus hingga pada
tujuan instruksional.
3.Identifikasi Model Mengajar
Pada
tahap ini pelaksana kurikulum perlu mengidentifikasi srategi mengajar yang akan
digunakan yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Ada beberapa
kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan model mengajar yang akan
digunakan yaitu :
a) Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan
khusus.
b) Strukturnya harus sesuai
dengan kenutuhan siswa.
c) Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah
memahami secara utuh, sudah dilatih, dan
mendukung model.
d) Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam
pengembangan model.
4.
Implementasi
Implementasi
sebaiknya dilaksanakan dengan memperhatikan komponen-komponen program studi,
identifikasi sumber, peranan, pengembangan professional, penetapan waktu,
komunikasi dan sistem monitoring. Langkah ini merupakan langkah akhir dalam
pengembangan kurikulum.Prosedur orientasi yang dibakukan pada umumnya tidak sesuai
dengan kurikulum tranformasi, sebaliknya kurikulum transmisi pada umumnya
menggunakan teknik-teknik evaluasi berstruktur dalam menilai kesesuaian antara
pengalaman-pengalaman, stategi belajar dan tujuan pendidikan.
6.. Model Taba ( Inverted Model)
Model
Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Taba mempercayai bahwa guru
merupakan factor utama dalam usaha pengembangan kurikulum. Menurut Taba, guru
harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai innovator dalam pengembangan
kurikulum merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.Dalam
pengembangannya, model ini bersifat induktif, berbeda dengan model tradisional
yang deduktif. Langkah-langkahnya yaitu :
1. Mengadakan unit-unit eksperimen bersama
dengan guru-guru
Dalam
kegiatan ini perlu mempersiapkan
(a) perencanaan berdasarkan pada teori-teori
kuat,
(b) eksperimen harus dilakukan di dalam kelas
agar menghasilakan data empiric dan teruji. Unit eksperimen ini harus dirancang
melalui tahapan, yaitu :
1)
Mendiagnosis kebutuhan.
2)
Merumuskan tujuan-tujuan khusus.
3)
Memilih isi.
4)
Mengorganisasi isi.
5)
Memilih pengalaman belajar.
6)
Mengorganisasi pengalaman belajar
7)
Menentukan alat evaluasi
8) Menguji keseimbangan isi kurikulum
2. Menguji unit eksperimen
Unit yang
sudah dihasilkan pada langkah pertama diuji cobakan di kelas-kelas eksperimen
pada berbagai situasi dan kondisi belajar.Pengujian dilakukan untuk mengetahui
tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk
penyempurnaan.
3. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Perbaikan
dan penyempurnaan dilakukan berdasarkan pada pada data yang dihimpun
sebelumnya.Dilakukan juga konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan pada hal-hal
yang bersifat umum dan konsistensi teori yang digunakan. Produk dari langkah
ini adalah berupa teaching learning unit yang telah teruji di lapangan.
4. Pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum (developing a framework)
Apabila
kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli
kurikulum. Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab : a) apakah lingkup isi
telah memadai? b) apakah isi telah tersusun secara logis? c) apakah
pembelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual,
keterampilan, dan sikap? d) dan apakah konsep dasar sudah terakomodasi.
5. Implementasi
dan desiminasi
Penerapan
dan penyebarluasan program kedaerahan dan sekolah-sekolah dan dilakukan
pendataan tentang kesulitan serta permaslahan yan dihadapi guru-guru
dilapangan.Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan di lapangan
yang berkaitan dengan aspek-aspek penerpan kurikulum.
7. Model Beauchamp
Dikembangkan
oleh George A. Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Menurut Beauchamp (1931)
proses pengembangan kurikulum meliputi lima tahap, yaitu:
1)
Menentukan arena atau wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum. Atau pada
wilayah manakah kurikulum itu akan diterapkan, satu sekolah, satu kecamatan,
satu kabupaten, satu provinsi, atau secara nasional. Penentuan tahapan ini
ditentukan pemegang wewenang yang dimiliki pengambil kebijakan dibidang
kurikulum.
2) Menetapkan
personalia. Tahap ini menetukan siapa saja orang yang akan terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori
orang yang sebaiknya dilibatkan, yaitu: (a) para ahli pendidikan/kurikulum yang
ada pada pusat pengembangan kurikulum dan ahli bidang studi; (b) para ahli
pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih; (c)
masyarakat prfesional dalam bidang pendidikan; (d) profesional lain dan tokoh
masyarakat.
3) Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Langkah ini berkenaan dengan prosedur dalam
merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan
evaluasi, juga dalam menentukan desain
kurikulum secara keseluruhan.
4)
Implementasi kurikulum. Yaitu pelaksanaan kurikulum yang telah dikembangkan
oleh tim
pengembang
5)
Evaluasi kurikulum. Hal-hal penting yang perlu dievaluasi yaitu:
(a)
pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru,
(b)
desain kurikulum,
(c)
hasil belajar siswa,
(d) keseluruhan dari sistem kurikulum.
Adanya model-model pengembangan
kurikulum tersebut memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan
kurkulum. Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur
dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan
mengevaluasi (evaliation) suatu kurikulum.
Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan
suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai
kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. Yang dimaksud dengan model
pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses
penyususanan suatu kurikulum.
Sumber :
Mulyasa.2015. Pengembangan Dan
Impementasi Kurikulum 2013.Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Komentar
Posting Komentar