BIOGRAFI PAULO FREIRE
BIOGRAFI
PAULO FREIRE
|
A. Riwayat Hidup Paulo Freire
sebuah kota
pelabuhan di timur laut Brazil. Ayahnya bernama
Joquim
Temistockles Freire, yakni seorang polisi militer
tidak
terlalu taat pada agama, sehingga jarang sekali
pergi ke
gereja. Sedangkan ibunya Edeltrus Neves Freire,
beragama
Katolik. Ibunya
ini berasal dari Pernambuco. Keluarga
Freire Berasal dari kelas menengah, tetapi sejak kecil dia hidup
dalam situasi miskin, karena keluarganya tertimpa kemunduran finansial
yang diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat
sekitar tahun 1929 dan juga menular ke Brazil. Dari situasi inilah
Freire
menemukan dirinya sebagai bagian dari “kaum rombeng dari bumi”. keadaan
tersebut menimbulkan pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan
dan perjuangannya, sehingga Freire sangat menyadari apa artinyalapar
bagi anak-anak sekolah dasar. Keluarga Freire kemudian pindah keJabotao
pada tahun 1931 dan di sanalah kemudian ayahnya meninggal. Prof.Richard
Shaull, menceritakan bahwa pada tahap ini Freire memutuskan untukmengabdikan
hidupnya pada “perjuangan melawan kelaparan, sehingga tidak ada anak
lain yang merasakan penderitaan yang ia alami”.
Usia 15
tahun (dua tahun di belakang kelompok umurnya) PauloFreire
berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan nilai pas-pasan sekedar cukup
memenuhi syarat masuk sekolah lanjutan.6 Namun setelah keadaan kelurganya
sedikit membaik, ia dapat menyelesaikan sekolahnya dankemudian
ia masuk Universitas Recife. Paulo Freire di Universitas tersebut masuk ke
Fakultas Hukum sembari mempelajari filsafat dan psikologi bahasa. Ia juga
bekerja paruh waktu sebagai instruktur bahasa portugis di sekolah lanjutan,
dan seperti kebanyakan remaja, ia mulai mempertanyakan ketidaksesuaian
yang ada antara khotbah yang didengarnya di Gereja dengan kenyataan
keidupan sehari-hari. Tahun
1944 Freire menikahi Elza Maia Costa Oliviera dari Recife, seorang
guru sekolah dasar (yang kemudian menjadi kepala sekolah) dan dari pernikahan
ini ia dikaruniai dua orang putra dan tiga orang putri. Freire berkata
bahwa saat itulah minatnya pada teori-teori pendidikan mulai muncul
dan mulai
membaca buku-buku pendidikan, filsafat dan sosiologi pendidikan dari pada
buku-buku hukum (di bidang tempat ia merasa sebagai mahasiswa yang memiki
kemampuan rata-rata saja).
Pada tahun 1959, ia meraih gelar doktor dalam bidang
sejarah dan filsafat pendidikan. inilah saat di mana ia pertama kali
mengemukakanpemikirannya tentang filsafat pendidikan melalui desertasinya di
UniversitasRecife, dan kemudian melalui karya-karyanya sebagai guru besar
sejarah danfilsafat pendidikan di Universitas Recife, juga dalam berbagai
percobaannya dalam pengajaran kau buta huruf di kota yang sama.Pada awal tahunn
1960-an, Brazil mengalami masa-masa sulit. Gerakan-gerakan reformasi baik dari
kalangan sosialis, komunis, pelajar, buruh, maupun militan Kristen, semuanya
mendesakkan tujuan sosial politik mereka masing-masing. Waktu itu Brazil
mempunyai penduduk sekitar 34,5juta jiwa dan hanya 15,5 juta yang hanya dapat
ikut pemilihan umum. Hak ikut serta dalam pemilihan umun di Brazil pada saat
itu dikaitkan dengan
kemampuan
seseorang dalam menuliskan nama masing-masing. Sehingga
tidak
mengherankan jika program kenal aksara kerap sekali dikaitkan dengan
usaha
peningkatan kesadaran politik penduduk, terlebih penduduk pedalaman
yang
telah lama menjadi alat untuk mendukung kepentingan-kepentingan
golongan
minoritas yang berkuasa. Dalam suasana seperti ini, Freire kemudian menjabat
sebagai direktur Cultural Extention Service yang pertama di Universitas of
Recife yang pada masanya melaksanakan program pemberantasan buta huruf kepada
ribuan petani miskin di timur laut. Metode yang dipakai kemudian dikenal dengan
Metode Paulo Freire, meskipun dia sendiri tidak pernah menamakan metodenya
dengan sebutan seperti itu.Kemudian Mulai Juni 1963 sampai dengan Maret 1946,
tim pemberantas buta huruf Freire telah bekerja ke seluruh pelosok Negeri.
Mereka berhasil menarik minat orang yang buta huruf untuk kemudian belajar
baca-tulis. Dengan kemampuan baca-tulis tersebut masyarakat Brazil mulai dapat
mengungkapkan keputusan-keputusan mereka sendiri dari harikehari yang
mempengaruhi kehidupan mereka. Metode pemberantasan buta huruf Freire mengarah
pada metode berpolitik tanpa menjadi kontestan, dan di mata militer dan tuan
tanah dianggap sebagai suatu hal yang radikal. April 1964, militer meruntuhkan
rezim Goulart, dan seluruh gerakan progresif diintimidasi, dan Freire ditangkap
dan di masukkan ke dalam penjara selama 70 hari karena aktifitas
“subversif”nya. Di penjara dia memulai karya pendidikan pertamanya, Education
as the Practice of Freedom. 13 Buku ini merupakan suatu analisis atas
kegagalannya mempengaruhi perubahan di Brazil dan harus diselesaikannya di
Chili karena setelah dipenjara selama 70 hari, kemudian ia dibuang ke sana.
Menjelang akhir dasawarsa 60-an, pekerjaan Freire membawanya kontak dengan
budaya baru yang mengubah pemikirannya secara signifikan. Menjelang tahun 1970,
dia meninggalkan Amerika Latin menuju Amerika Serikat atas undangan Harvard
University, dan dia mengajar sebagai profesor tamu di Harvard’s Center for
Studies in Education and Development and Social Change. 14 Tahun-tahun itu
merupakan periode yang penuh dengan kekerasan di Amerika Serikat, ketika
penentangan keterlibatan negara dalam perang Vietnam membawa politik dan
militansi ke dalam dunia kampus. Gejolak masalah rasial juga mengikutsertakan
kekerasan di jalanan kota Amerika Serikat. Juru bicara kaum minoritas dan
pemprotes perang, mengajar dan memasuki dunia kampus, dan Freire terpengaruh
kareananya. Dalam situasi seperti itu, Freire menyadari bahwa tekanan dan
penindasan terhadap kehidupan ekonomi dan politik dunia ketiga berlangsung
tidak terbatas. Dia memperluas definisinya tentang dunia ketiga dari masalah
geografis ke konsep politis, dan tema kekerasan menjadi pikiran utama dalam
tulisannya sejak saat itu Selama periode itu pula Freire menulis karya
terkenalnya, Pedagogy of the Oppressed. Pendidikan menjadi jalur permanen
pembebasan dan berada dalam dua tahap. Tahap pertama, adalah di mana
orang-orang menjadi sadar dari penindasan mereka dan melalui praxis mereka
mengubah keadaan mereka. Tahap kedua, dibangun di atas tahap yang pertama dan
merupakan proses permanen aksi budaya pembebasan. Awal tahun 1970-an, Freire
menjadi konsultan dan akhirnya menjabat sebagai penasehat khusus Kantor
Pendidikan Dewan Gereja se-Dunia di Jenewa. Freire berkeliling dunia mengajar dan
mengamalkan usahanya untuk membantu program pendidikan negara-negara yang
sedang berkembang di Asia dan Afrika, seperti Tanzania dan Guenia Bissau. Dia
juga menjadi ketua komite eksekutif Institute For Cultural Action (IDAC) yang
bermarkas di Jenewa. Lembaga itu mengadakan sejumlah penelitian dan
berexperimen atas dasar pemikiran-pemikiran Paulo Freire. Paulo Freire masih
tetap hidup dalam perasingan dari negara tempat di mana ia dilahirkan sampai
pertengahan tahun 1979. Kemudian dia diizinkan kembali dari negara
pembuangannya ke Brazil tempat kelahirannya sewaktu Joao Batista Figuelredo
menjabat sebagai kepala negara dan kemudian Freire diangkat menjadi guru besar
di Universitas Negeri Campinas dan Universitas Katolik Sao Paulo. Tahun 1986,
Elza istri Paulo Freire meninggal dunia, kemudian Freire menikah lagi dengan
Ana Maria Araujo mantan mahasiswinya yang tetap meneruskan kegiatan dalam
pendidikan radikal. Tahun 1988, dia diangkat menjadi menteri pendidikan untuk
kota Sao Paulo, dan pada tahun 1992, Freire merayakan ulang tahunnya yang ke 70
bersama lebih dari dua ratus rekan pendidik, para pembaharu pendidikan, sarjana
dan aktivis-aktivis “grass-roots”. Perayaan ulang tahun ini juga diisi dengan
workshop selama tiga hari dan pesta yang disponsori oleh New School For Social
Research, yang menandai prestasi dan keberhasilan hidup dan karya Paulo Freire.
Di Rio de Janeiro, Freire meninggal dunia dengan meninggalkan warisan berupa
komitmen, cinta dan harapan bagi kaum tertindas di seluruh dunia. 17 Buah
pikiran Paulo Freire telah mewakili jawaban dari sebuah pikiran kreatif dan
hati nurani yang peka akan kesengsaraan dan penderitaan luar biasa kaum
tertindas di sekitarnya.
sumber :http://digilib.uin-suka.ac.id/10104/3/BAB%20II,%20III.pdf
sumber :http://digilib.uin-suka.ac.id/10104/3/BAB%20II,%20III.pdf
Komentar
Posting Komentar