Filsafat Hasil Pikiran Para Filsuf Miletos


                      Asia Kecil di bagian pesisir Barat daratan Yunani diduduki oleh orang Ionia, sehingga daerahnya pun lalu dinamakan daerah Ionia. Diperkirakan mereka mulai menduduki daerah itu sekitar abad ke-11 s. M, karena mereka diserang dan diusir oleh suku Doria.  Daerah Ionia merupakan daerah di daratan Yunani yang bisa dibilang mencapai kemajuan besar, baik di bidang  ekonomi maupun di bidang cultural terutama idea-idea mereka. Pada sekitar tahun 850 s. M hidup seorang penyair terkenal di Ionia dengan kotanya dinamakan Miletos, yaitu Homeros, setelahnya juga hidup di sana adalah ketiga filsuf pertama, yaitu Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Karena pikiran pikirannya dicetuskan di kota Miletos, maka ketiga filsuf tersebut lalu dijuluki filsuf Miletos.Pada awal abad ke-6 s. M di Miletos bukan merupakan kebetulan untuk tempat lahir filsafat (Filsafat Barat) yang pertama, sehingga kota Miletos menjadi kota terpenting di antara dua belas kota yang ada di Ionia. Kota miletos tempatnya memang strategis, karena letaknya di bagian selatan pesisir Asia Kecil dan mempunyai pelabuhan, sehingga mempermudah untuk berkomunikasi dengan daerah lain. Eleh sebab itu Miletos menjadi titik pertemuan untuk banyak kebudayaan dan untuk tempat saling memberi informasi ataupun tukar informasi antara orang orang yang berasal dari pelbagai negeri. Juga Hekataios seorang ahli ilmu bumi hidup di kota ini kira-kira pada waktu yang bersamaan.            Miletos sebagai kota tempat lahirnya filsafat (filsafat Barat), konon ceritanya juga tempat lahirnya tujuh orang bijaksana. Ketujuh orang bijaksana dimaksud memang tidak banyak yang diketahui siapa saja namanya, meskipun waktunya diketahui yaitu kira kira abad ke-6 s. M. Dalam berita berita yang didengar banyak orang pada waktu itu, namun tentang nama namanya pun berganti ganti dan berbeda beda. Meskipun banyak orang mengatakan berbeda beda, tetapi nama Thales dari Miletos tetap disebut sebut, sehingga ia tetap diingat sebagai salah satu dari ketujuh orang bijaksana dimaksud. Hanya saja tentang Thales banyak dongeng yang beredar dan kurang dapat dipercaya. Tentang fakta dan data Thales semasa hidupnya, dapat diketahui dari tokoh sejarawan Herodotos yang hidup kira kira abad ke-5 s. M, namun Thales tidak disebutnya dengan nama “filsuf” dan tidak menceritakannya bahwa ia sebagai filsuf . Baru kemudian Aristoteles seorang filsuf yang hidup sekitar abad ke-4 s. M mengatakan secara tegas dan mengenakan gelar kepada Thales “filsuf yang pertama”.            Pribadi Thales khususnya tentang tanggal lahir dan tanggal kematiannya tidak diketahui, begitu juga para filsuf sejamannya. Untuk mengetahui perkiraan tahun kelahiran Thales yaitu, bahwa ia berjasa besar dengan satu kali keberhasilannya meramalkan  gerhana matahari. Dan para ahli astronomi modern mengatakan bahwa gerhana matahari peristiwanya terjadi pada tanggal 28 Mei 585 sebelum Masehi. Hal ini bukan berarti bahwa Thales meramalkannya tepat pada hari dan tanggal itu, melainkan ia meramalkannya satu tahun sebelumnya, yaitu dengan mengatakan “satu tahun kemudian gerhana matahari akan terjadi”. Kenyataan ini dimungkinkan karena Thales mempunyai pengalaman pengalaman tentang ilmu astronomi dari Babylonia. Oleh sebab itu diperkirakan bahwa Thales hidup disekitar abad ke-6 s. M.            Thales juga dipastikan pernah berkunjung ke negeri Mesir, yaitu dengan bukti bahwa ia memasukkan ilmu ukur dari negeri Mesir ke negeri Yunani. Diceriterakan pula bahwa Thales berhasil mengukur jarak yang tidak diketahui, misalnya tingginya piramide dan  jauhnya kapal di laut. Hal ini karena Thales mempunyai pengalaman ilmu ukur atau yang disebut geometri yang biasa digunakan di Mesir untuk mengukur tanah yang terkikis akibat banjir sungai Nil. Berita lain lagi bahwa Thales mengemukakan suatu teori mengenai banjir tahunan sungai Nil di Mesir. Thales berpendapat bahwa naiknya air sungai Nil karena angin berkala tertentu, sehingga ini memberi contoh bagus mengenai suasana ilmiah yang mulai berkembang, dan bertetangan dengan keterangan keterangan mitologis. Hal ini juga menambah bukti bahwa Thales memang pernah berkunjung ke negeri Mesir.            Satu hal yang perlu diingat, bila Thales tidak pernah menulis pikiran pikirannya atau tentang karyanya pun hampir tidak ada kesaksiannya. Oleh sebab itu, satu satunya sumber yang bisa dipercaya yaitu dari karya Aristoteles, meskipun ia memperoleh informasi hanya tradisi lisan saja. Salah satu contoh yaitu dalam traktat Aristoteles tentang “metafisika” yang mengatakan bahwa “Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asas atau prinsip) alam semesta”, dan Thales adalah yang pertama di antara sesama filsuf se angkatannya. Thales mengatakan bahwa asas atau prinsip pertama alam semesta adalah air, dan semuanya berasal dari air yang akan kembali lagi menjadi air. Alasannya yaitu, karena air mempunyai pelbagai bentuk, seperti cair, padat, dan uap. Dugaan seperti itu juga karena menurut Thales bahwa bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab, demikian juga dengan benih dari semua mkhluk hidup. Selain hal itu, menurut kesaksian Aristoteles, bila Thales juga mengatakan bahwa bumi terletak di atas air, hal ini perlu dimengerti karena semuanya berasal dari air, sehingga bumi dipandangnya sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan sekarang terapung apung di atasnya.            Aristoteles dalam traktatnya tentang psikologi memberitahukan pula bahwa menurut Thales “kesemuanya penuh dengan allah allah”. Aristoteles memperkirakan bila yang dimaksud perkataan Thales itu bahwa jagad raya itu berjiwa. Jika hal itu memang benar, maka yang dikatakan oleh Thales itu tentu mengandung arti bahwa magnit mempunyai jiwa, sehingga mampu menggerakkan besi. Pendapat Thales bahwa jagad raya berjiwa, sering kali lalu disebut “teori mengenai materi yang hidup” (Yunani: hylezoisme)            Inilah perkenalan pertama dengan pemikiran filosofis dari fisuf pertama, meskipun tampaknya agak mengecewakan, karena belum secara eksplisit tentang pandangannya. Namun yang terpenting di sini dapat disaksikan percobaan pertama meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana dalam menghadapi alam jagat raya secara rasional. Dan inilah yang muncul kali pertama pikiran bahwa alam semesta secara fundamental bersifat satu, sehingga bisa diterangkan dengan menunjuk satu prinsip saja, yaitu air.            Pendapat lain tentang prinsip pertama atau dalam istilah Yunani adalah arkhe alam semesta, dikemukakan oleh seorang filsuf lain, yaitu Anaximandros. Anaximandros sebenarnya murid Thales, maka hidupnya pun antara tahun 610 s/d. 540 s. M. Menurut tradisi Yunani, Anaximandros mempunyai jasa dalam bidang astronomi dan bidang georafi, dengan bukti bahwa ia yang telah membuat peta bumi yang pertama di Yunani. Ia juga yang memimpin ekspedisi dari Miletos menuju Apollonia di pantai Laut Hitam, dan mendirikan kota perantauan di sana. Di Miletos pun ia dihormati, yaitu didirikannya patung Anaximandros di kota itu.            Anaximandros dalam mencari prinsip pertama atau juga bisa disebut prinsip terakhir dari alam semesta tidak mengambil salah satu anasir yang bisa diamati dengan pancaindra seperti pendapat Thales. Pemikiran Anaximandros lebih mendalam, sebab menurutnya adalah berupa hal “yang tidak terbatas”, yang dalam bahasa Yunani disebut to apeiron (dari kata peras artinya batas). Apeiron itu bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan, dan meliputi segala-galanya.            Menurut kesaksian Aristoteles, mengapa Anaximandros menunjuk apeiron sebagai prinsip yang fundamental, karena apabila seandainya prinsip itu  hanya salah satu anasir seperti pendapat gurunya yaitu Thales, yang mengatakan air itu meresapi segala galanya dan iar itu tak terhingga, namun bila demikian maka tidak ada tempat lagi untuk anasir yang berlawanan dengannya. Sebab air sebagai anasir basah akan mengeksklusifkan api yang merupakan anasir kering. Inilah alasan Anaximandros, sehingga ia tidak puas hanya dengan menunjuk salah satu anasir saja sebagai prinsip fundamental dari alam semesta. Anaximandros mencari sesuatu yang lebih mendalam dan yang tidak bisa diamati oleh pancaindera.            Anaximandros mengatakan bahwa dunia timbul dari yang tak terbatas karena suatu penceraian (Yunani: ekkrisis). Prosesnya yaitu dilepaskan dari apeiron itu unsur unsur yang berlawanan (Yunani: ta enantia) berupa unsure panas dan unsure dingin, unsure kering dan unsure basah. Unsur-unsur itu selalu berparang antara yang satu dengan yang lain. Misalnya musim panas selalu mengalahkan musim dingin dan dsebaliknya, tapi bilamana satu unsure menjadi dominant, maka karena keadaan ini dirasakan tidak adil (adikia), maka keseimbangan neraca harus dipulihkan kembali. Jadi sebenarnya ada satu hokum yang menguasai unsure unsure dunia, dan hokum itu disebut keadilan (Yunani: dike). Perceraian tadi mengakibatkan adanya putting beliung yang memisahkan yang dingin dari yang panas, sedang yang panas kemudian membalut yang dingin. Gerak putting beliung yang demikian itu mengakibatkan terjadinya suatu bola raksasa, dengan yang dingin berada di tengah-tengah yang panas. Oleh karena panas, maka air lepas dari tanah dan menjadi kabut. Dan akhirnya udara menekan bola sedemikian rupa hingga meletus menjadi sejumlah lingkaran yang berpusat satu. Setiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut oleh udara, dan tiap lingkaran memiliki satu lobang, sehingga menjadikan api di dalamnya tampak sebagai bintang-bintang, bulan, dan matahari. Anaximandros mengatakan bahwa bumi berbentuk selinder, yang terletak persis di pusat jagat raya(Harun Hadiwijono, 1988: 17). Jadi bumi bukan di atas air seperti pendapat Thales.            Filsuf lain yang mencari prinsip fundamental atau yang disebut arkhe dari alam semesta adalah Anaximenes. Tentang tanggal kelahiran Anaximenes tidak diketahui secara pasti, namun yang jelas bahwa ia lebih muda dari Anaximandros. Anaximenes tidak menerima pandangan dari Anaximandros, karena menurutnya bagaimana mungkin hal yang tak terbatas (to apeiron) dapat menjadi asas yang pertama seluruh alam semesta dengan segala isinya.            Anaximenes mengatakan bahwa prinsip pertama yang merupakan asal usul alam semesta beserta isinya adalah udara. Hal ini dengan dasar bahwa seperti jiwa menjamin kesatuan tubuh makluk hidup, terutama manusia, demikian pula udara melingkupi segala galanya. Jiwa sendiri menurut Anaximenes juga udara yang dipupuk dengan bernafas. Dan Anaximeneslah seorang filsuf pertama yang mengemukakan persamaan antara manusia dengan alam semesta, yang dalam istilah modern disebut sebagai mikrokosmos dan makrokosmos. Tema ini yang sering muncul kembali dalam sejarah filsafat Yunani, yang dengan menyebutkan tubuh adalah mikrokosmos (dunia kecil) yang seakan akan mencerminkan jagat raya yang merupakan makrokosmos (dunia besar). Tetapi perlu digaris bawahi bahwa Anaximenes sendiri belum mempergunakan istilah itu ( Bertens, 1987: 31).            Anaximenes berpendapat bila udara melahirkan semua benda dalam alam semesta, karena suatu proses pemadatan dan pengenceran (Inggris: condensation dan rarefaction). Adapun prosesnya, yaitu jika udara semakin bertambah kepadatannya, maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah, dan terakir batu. Tetapi sebaliknya, jika udara itu menjadi semakin lebih encer, maka yang timbul ialah api. Demikianlah dari udara atau hawa terjadi anasir anasir yang membentuk jagat raya dengan segala isinya (Harun Hadiwijono, 1988: 18).            Ajaran filsuf filsuf dari Ionia yang pertama bisa disebut “filsafat alam”, karena perhatian mereka selalu dipusatkan pada alam. Alam senantiasa dalam keadaan perubahan, seperti malam mengganti siang, bulan terang mengganti bulan gelap, laut pasang kemudian surut, musim panas dilanjutkan musim dingin, dan lain sebagainya. Kemudian, bagaimanakah dapat dimengerti perubahan perubahan yang terjadi pada alam itu ?. Apakah kiranya di bawah atau di belakang perubhan perubahan itu terdapat sesuatu yang tetap ?, itulah persoalan yang timbul bagi para filsuf yang pertama. Oleh sebab itu apabila Plato dan Aristoteles mengatakan bahwa filsafat timbul atas dasar rasa heran, adalah sangat tepat. Hal ini boleh ditambah yaitu bahwa rasa heran itu sebenarnya juga merupakan latar belakang mite mite kosmogonis dan mite mite kosmologis, namun filsuf filsuf dari Miletos untuk kali pertamanya memberi jawaban secara rasional atas problematic yang disodorkan oleh alam semesta. Hal inilah yang menjadi preatasi luar biasa hebatnya bagi filsuf Miletos, meskipun banyak unsure dari pemikiran mereka yang kedengarannya naïf bagi telinga orang masa kontemporer ini.            Hasil pemikiran para filsuf pertama kiranya dapat disimpulkan dalam tiga ucapan yaitu:Pertama, Alam semesta merupakan keseluruhan yang bersatu, akibatnya maka harus diterangkan dengan menggunakan satu prinsip saja, meskipun dalam memilih satu prinsip zat asali itu antara filsuf yang satu dengan filsuf lain berbeda dalam mengartikan kesatuan dunia.Kedua, Alam semesta dikuasai oleh suatu hokum. Oleh sebab itu, kejadian kejadian dalam alam semesta tidak merupakan kebetulan, melainkan ada semacam keharusan di belakang kejadian kejadiannya.Ketiga, Sebagai akibatnya, maka alam semesta merupakan kosmos. Kata kosmos adalah istilah dari Yunani, maka boleh diterjemahkan  sebagai “dunia”, namun akan lebih tepat lagi apabila diterjemahkan “dunia yang teratur”. Jadi bagi orang Yunani, kosmos bertentangan dengan khaos artinya dunia dalam keadaan kacau balau (Bertens, 1987: 33)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pohon Filsafat

Discussion text

Ciri Berpikir filosofis dan Gaya Berfilsafat