BIOGRAFI PAULO FREIRE

BIOGRAFI PAULO FREIRE




A. Riwayat Hidup Paulo Freire
Paulo Freire lahir pada tanggal 19 september 1921 di Recife,
sebuah kota pelabuhan di timur laut Brazil. Ayahnya bernama
Joquim Temistockles Freire, yakni seorang polisi militer
tidak terlalu taat pada agama, sehingga jarang sekali
pergi ke gereja. Sedangkan ibunya Edeltrus Neves Freire,
beragama Katolik. Ibunya ini berasal dari Pernambuco. Keluarga Freire Berasal dari kelas menengah, tetapi sejak kecil dia hidup dalam situasi miskin, karena keluarganya tertimpa kemunduran finansial yang diakibatkan oleh krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat sekitar tahun 1929 dan juga menular ke Brazil. Dari situasi inilah
Freire menemukan dirinya sebagai bagian dari “kaum rombeng dari bumi”. keadaan tersebut menimbulkan pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan dan perjuangannya, sehingga Freire sangat menyadari apa artinyalapar bagi anak-anak sekolah dasar. Keluarga Freire kemudian pindah keJabotao pada tahun 1931 dan di sanalah kemudian ayahnya meninggal. Prof.Richard Shaull, menceritakan bahwa pada tahap ini Freire memutuskan untukmengabdikan hidupnya pada “perjuangan melawan kelaparan, sehingga tidak ada anak lain yang merasakan penderitaan yang ia alami”.
             Usia 15 tahun (dua tahun di belakang kelompok umurnya) PauloFreire berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan nilai pas-pasan sekedar cukup memenuhi syarat masuk sekolah lanjutan.6 Namun setelah keadaan kelurganya sedikit membaik, ia dapat menyelesaikan sekolahnya dankemudian ia masuk Universitas Recife. Paulo Freire di Universitas tersebut masuk ke Fakultas Hukum sembari mempelajari filsafat dan psikologi bahasa. Ia juga bekerja paruh waktu sebagai instruktur bahasa portugis di sekolah lanjutan, dan seperti kebanyakan remaja, ia mulai mempertanyakan ketidaksesuaian yang ada antara khotbah yang didengarnya di Gereja dengan kenyataan keidupan sehari-hari. Tahun 1944 Freire menikahi Elza Maia Costa Oliviera dari Recife, seorang guru sekolah dasar (yang kemudian menjadi kepala sekolah) dan dari pernikahan ini ia dikaruniai dua orang putra dan tiga orang putri. Freire berkata bahwa saat itulah minatnya pada teori-teori pendidikan mulai muncul
dan mulai membaca buku-buku pendidikan, filsafat dan sosiologi pendidikan dari pada buku-buku hukum (di bidang tempat ia merasa sebagai mahasiswa yang memiki kemampuan rata-rata saja). 
     Pada tahun 1959, ia meraih gelar doktor dalam bidang sejarah dan filsafat pendidikan. inilah saat di mana ia pertama kali mengemukakanpemikirannya tentang filsafat pendidikan melalui desertasinya di UniversitasRecife, dan kemudian melalui karya-karyanya sebagai guru besar sejarah danfilsafat pendidikan di Universitas Recife, juga dalam berbagai percobaannya dalam pengajaran kau buta huruf di kota yang sama.Pada awal tahunn 1960-an, Brazil mengalami masa-masa sulit. Gerakan-gerakan reformasi baik dari kalangan sosialis, komunis, pelajar, buruh, maupun militan Kristen, semuanya mendesakkan tujuan sosial politik mereka masing-masing. Waktu itu Brazil mempunyai penduduk sekitar 34,5juta jiwa dan hanya 15,5 juta yang hanya dapat ikut pemilihan umum. Hak ikut serta dalam pemilihan umun di Brazil pada saat itu dikaitkan dengan
kemampuan seseorang dalam menuliskan nama masing-masing. Sehingga
tidak mengherankan jika program kenal aksara kerap sekali dikaitkan dengan
usaha peningkatan kesadaran politik penduduk, terlebih penduduk pedalaman
yang telah lama menjadi alat untuk mendukung kepentingan-kepentingan

golongan minoritas yang berkuasa. Dalam suasana seperti ini, Freire kemudian menjabat sebagai direktur Cultural Extention Service yang pertama di Universitas of Recife yang pada masanya melaksanakan program pemberantasan buta huruf kepada ribuan petani miskin di timur laut. Metode yang dipakai kemudian dikenal dengan Metode Paulo Freire, meskipun dia sendiri tidak pernah menamakan metodenya dengan sebutan seperti itu.Kemudian Mulai Juni 1963 sampai dengan Maret 1946, tim pemberantas buta huruf Freire telah bekerja ke seluruh pelosok Negeri. Mereka berhasil menarik minat orang yang buta huruf untuk kemudian belajar baca-tulis. Dengan kemampuan baca-tulis tersebut masyarakat Brazil mulai dapat mengungkapkan keputusan-keputusan mereka sendiri dari harikehari yang mempengaruhi kehidupan mereka. Metode pemberantasan buta huruf Freire mengarah pada metode berpolitik tanpa menjadi kontestan, dan di mata militer dan tuan tanah dianggap sebagai suatu hal yang radikal. April 1964, militer meruntuhkan rezim Goulart, dan seluruh gerakan progresif diintimidasi, dan Freire ditangkap dan di masukkan ke dalam penjara selama 70 hari karena aktifitas “subversif”nya. Di penjara dia memulai karya pendidikan pertamanya, Education as the Practice of Freedom. 13 Buku ini merupakan suatu analisis atas kegagalannya mempengaruhi perubahan di Brazil dan harus diselesaikannya di Chili karena setelah dipenjara selama 70 hari, kemudian ia dibuang ke sana. Menjelang akhir dasawarsa 60-an, pekerjaan Freire membawanya kontak dengan budaya baru yang mengubah pemikirannya secara signifikan. Menjelang tahun 1970, dia meninggalkan Amerika Latin menuju Amerika Serikat atas undangan Harvard University, dan dia mengajar sebagai profesor tamu di Harvard’s Center for Studies in Education and Development and Social Change. 14 Tahun-tahun itu merupakan periode yang penuh dengan kekerasan di Amerika Serikat, ketika penentangan keterlibatan negara dalam perang Vietnam membawa politik dan militansi ke dalam dunia kampus. Gejolak masalah rasial juga mengikutsertakan kekerasan di jalanan kota Amerika Serikat. Juru bicara kaum minoritas dan pemprotes perang, mengajar dan memasuki dunia kampus, dan Freire terpengaruh kareananya. Dalam situasi seperti itu, Freire menyadari bahwa tekanan dan penindasan terhadap kehidupan ekonomi dan politik dunia ketiga berlangsung tidak terbatas. Dia memperluas definisinya tentang dunia ketiga dari masalah geografis ke konsep politis, dan tema kekerasan menjadi pikiran utama dalam tulisannya sejak saat itu Selama periode itu pula Freire menulis karya terkenalnya, Pedagogy of the Oppressed. Pendidikan menjadi jalur permanen pembebasan dan berada dalam dua tahap. Tahap pertama, adalah di mana orang-orang menjadi sadar dari penindasan mereka dan melalui praxis mereka mengubah keadaan mereka. Tahap kedua, dibangun di atas tahap yang pertama dan merupakan proses permanen aksi budaya pembebasan. Awal tahun 1970-an, Freire menjadi konsultan dan akhirnya menjabat sebagai penasehat khusus Kantor Pendidikan Dewan Gereja se-Dunia di Jenewa. Freire berkeliling dunia mengajar dan mengamalkan usahanya untuk membantu program pendidikan negara-negara yang sedang berkembang di Asia dan Afrika, seperti Tanzania dan Guenia Bissau. Dia juga menjadi ketua komite eksekutif Institute For Cultural Action (IDAC) yang bermarkas di Jenewa. Lembaga itu mengadakan sejumlah penelitian dan berexperimen atas dasar pemikiran-pemikiran Paulo Freire. Paulo Freire masih tetap hidup dalam perasingan dari negara tempat di mana ia dilahirkan sampai pertengahan tahun 1979. Kemudian dia diizinkan kembali dari negara pembuangannya ke Brazil tempat kelahirannya sewaktu Joao Batista Figuelredo menjabat sebagai kepala negara dan kemudian Freire diangkat menjadi guru besar di Universitas Negeri Campinas dan Universitas Katolik Sao Paulo. Tahun 1986, Elza istri Paulo Freire meninggal dunia, kemudian Freire menikah lagi dengan Ana Maria Araujo mantan mahasiswinya yang tetap meneruskan kegiatan dalam pendidikan radikal. Tahun 1988, dia diangkat menjadi menteri pendidikan untuk kota Sao Paulo, dan pada tahun 1992, Freire merayakan ulang tahunnya yang ke 70 bersama lebih dari dua ratus rekan pendidik, para pembaharu pendidikan, sarjana dan aktivis-aktivis “grass-roots”. Perayaan ulang tahun ini juga diisi dengan workshop selama tiga hari dan pesta yang disponsori oleh New School For Social Research, yang menandai prestasi dan keberhasilan hidup dan karya Paulo Freire. Di Rio de Janeiro, Freire meninggal dunia dengan meninggalkan warisan berupa komitmen, cinta dan harapan bagi kaum tertindas di seluruh dunia. 17 Buah pikiran Paulo Freire telah mewakili jawaban dari sebuah pikiran kreatif dan hati nurani yang peka akan kesengsaraan dan penderitaan luar biasa kaum tertindas di sekitarnya.


sumber :http://digilib.uin-suka.ac.id/10104/3/BAB%20II,%20III.pdf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pohon Filsafat

Discussion text

Ciri Berpikir filosofis dan Gaya Berfilsafat