Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme
1. Idealisme
Obyektif
Idealisme
obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan
idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel /
LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif segala
sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide
universil. Pandangan
filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materiil, yang
ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materiil itu ada sebelum
dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan
perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif pandangan ini menyatakan
bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon, batu dsb-nya. Akan
tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali
disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut Plato dunia luar
yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah dunia yang riil,
melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan dunia Plato
ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu klas
pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat
“ideal”. Pada
jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang dikenal
dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur idealisme Aristoteles
(384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki
dari seluruh system hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada
dalam masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala
sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan
“penjelmaan” dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini membela
para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah besar
di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan didunia ini. Tokoh-tokoh
yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M),
Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb. Kemudian
pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat idealisme
obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan oleh George.W.F Hegel
(1770-1831 M). Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”,
yang berada secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak
terbatas pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan
dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran.
Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh
dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan social,
menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker. Hal ini
tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa sesuatu itu
senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau mutlak, termasuk
juga kekuasaan kaum feodal. Akan tetapi karena kedudukan dan kekuatannya masih
lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat
Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu. Pikiran
filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari
dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara lain adalah
formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis secara membuta
mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang maha kuasa , sebagai
obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga dalam melakukan tugas-tugas
atau menyelesaikan persoalan-persoalan praktis mereka tidak bisa berfikir atau
bertindak secara hidup berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka
adalah kaum “textbook-thingking”.
2. Idealisme
Subyektif
Idealisme
subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia.
Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil
atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam
dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide
manusia. Salah
satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George
Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley segala, sesuatu yang
tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah bukanlah materiil yang riil
dan ada secara obyektif. Sesuatu yang materiil misalkan jeruk, dianggapnya
hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu
(“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan /
konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley dan
Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya mengakui
adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau idenya sendiri saja. Kesimpulan
yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk bersifat
egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah dirinya sendiri yang
ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar selain “Aku” itu hanya sensasi
atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk berkelit dari tuduhan egoistis dan
mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan
yang berada tanpa tergantung pada sensasi. Filsafat
Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad ke-18,
yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik Perancis,
sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris pada waktu itu. Pada
abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang
terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali oleh Aguste
Comte (1798-1857 M), menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan
yang sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia adalah
hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk menguraikan
pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang lainnya dalam
filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey
(1859-1952), keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide
“pragmatisme”, menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang
menggunakan akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai
suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti ini
sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan sesuatu
yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah yang dapat
diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di Amerika dan adalah
filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri yang katanya “the biggest
of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti ini Imperialisme, tindakan
eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan selama dapat mendapatkan keuntungan
untuk si “Aku”. Pandangan-pandangan
idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini : “Baik
buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang menerimanya,
ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk bagi mereka yang
menganggapnya buruk.” “kekacauan
sekarang timbul karena orang yang duduk dipemerintahan tidak jujur, kalau
mereka diganti dengan orang-orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik.”
“aku
bisa, kau harus bisa juga,” dsb.
sumber :http://bungkapit21artikel.blogspot.co.id/2008/06/f-i-l-s-f-t.html
Komentar
Posting Komentar