bentuk belajar (operant)


Belajar sebagai akibat penguatan merupakan bentuk belajar lain yang banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi perilaku. Bentuk belajar ini disebut terkondisi operant sebab perilaku yang di inginkan timbul secara spontan, tanpa dikeluarkan secara naluriah oleh stimulus apa pun, saat oeganisme “beroperasi” terhadap lingkungan. Berbeda dengan belajar responden, perilaku operant tidak memiliki stimulus fisiologis yang dikenal. Perilaku operant tidak “dikeluarkan”, tetapi “dipancarkan”, dan konsekuensi atas perilaku itu bagi organisme merupakan variabel yang penting dalam belajar operant. Perilaku akan diperkuat bila akibatnya berupa suatu yang terkuatkan. Perilaku yang mengalami penguatan mempunyai kecenderungan untuk meningkat dalam hal frekuensi, besarnya, atau probabilitas terjadinya.
Karena peristiwa yang mengalami penguatan dapat menghasilkan efek yang begitu penting, kita perlu bertanya, apakah penguat itu? Penguat ialah setiap stimulus yang meningkatkan kekuatan suatu perilaku (Gage, 1984). Menurut Slavin (1988), penguat didefinisikan sebagai konsekuensi yang memperkuat (berarti meningkatkan frekuensi) perilaku.
Belajar operant ditunjukan dalam perilaku berbagai hewan: tikus menekan pengungkiut, burung merpati membentuk kunci, kuda menganggukkan kepalanya. Pada dasarnya, setiap perilaku operant dapat ditimbulkan kerap kali dengan pemberian penguatan segera setelah timbulnya perilaku itu. Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati, Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulu-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skiner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati mengahasilkan hukum-hukum celajar, diantaranya:
a)      Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku  diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b)      Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat memlaui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Dalam manusia, berlaku hal yang sama. Berbagai perilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya penguatan segera setelah ada respons. Respons itu dapat berupa: suatu pertanyaan, gerakan, tindakan. Misalnya, respons itu dapat berupa menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan sukarela. Atau dapat pula respons itu berupa jawaban siswa itu sendiri. Ada kalanya, respons itu sukit untuk diketahui, seperti bila seorang siswa duduk diam saja, dan kelihatannya tidak berbuat apa-apa.
Bila respons berupa sukarela menjawab pertanyaan guru, penguat terhadap respons itu mungkin dalam bentuk “diberi giliran oleh guru”. Bila respons itu berupa jawaban itu sendiri terhadap pertanyaan, penguat mungkin berupa ucapan guru: “Betul” atau “Bagus Sekali”. Atau bila respons itu berupa duduk diam dan tidak berbuat apa-apa, salah satu penguat yang menyebabkan perilaku itu akan terjadi lagi ialah suatu tanda persetujuan guru, baik berupa kata-kata maupun senyuman.

B.     Devinisi Operant Conditioning
Operant ialah setiap respon yang bersifat instrumental dalam menimbulkan akibat-akibat tertentu, seperti hadiah makanan atau satu kejutan listrik. Respon tersebut beroperasi ke dalam lingkungan, sementara Conditioning menpunyai arti mempelajari respon tertentu. Di bawah ini merupakan beberapa definisi dari Operant Conditioning:
1)      Suatu tipe (instrumental) conditioning yang melibatkan modifikasi operant respon melalui pemberian hadiah. Dengan cara tertentu, suatu respon yang dipancarkan oleh organisme terjadi diperkuat sesuai dengan urutan waktunya, dan perubahan – perubahan yang ditimbulkannya dipelajari sebagai alat penguat respon yang biasa digunakan.
2)      Suatu tipe belajar dengan mempelajari konsekuensi atau akibat dari tingkah laku kita di dalam lingkungan, perilaku-perilaku mana saja yang mendorong kita untuk menghindari akibat-akibat penguatan negatif “tidak menyenangkan”.
3)      Suatu tipe pengkondisian instrumental yang mencakup memodifikasi / perubahan dari suatu operant, suatu operant yang dipancarkan oleh suatu organisme kemudian diperkuat dengan cara-cara tertentu sesuai jadwal tertantu dengan menghasilkan perubahan dalam kecepatan kejadianya.
Jadi Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.

C.    Operant Conditioning (Skiner)
Menurut teori skiner, setiap kali memperoleh stimulus maka seseorang akan memberikan respon berdasarkan hubungan  S – R. Respon yang diberikan ini dapat sesuai “R” (benar) atau tidak sesuai “F” (salah)  seperti apa yang diharapkan. Respons yang benar perlu diberikan penguatan (reinforcement)agar orang terdorong untuk melakukannya kembali. Karena itu pemberian penguatan terhadap respon dapat diberikan secara kontinu (contineous reinforcement) dan dapat dilakukan secara berselang seling (intermitten reinforcement) pemberian penguatan secara berkelanjutan biasanya dilakukan pada permulaan proses belajar, yaitu diberikan sertiap kali seseorang memberikan respons yang benar atau bagaimana yang diharapkan. Setelah selang beberapa waktu maka frekuensi pemberian penguatan dikurangi dengan maksud agar orang-orang tersebut tetap tekun belajar dengan semakin tumbuhnya kesadaran diri dan dirinya sendiri.
Skiner menyimpulkan bahwa dengan pemberian penguatan dapat diimplementasikan dalam proses belajar dalam beberapa hal:
1)      Tiap-tiap langkah didalam proses belajar perlu dibuat secara singkat berdasarkan tinkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya.
2)      Pada permulaan belajar perlu ada penguatan (misalnya pemberian imbalan atau hadiah), serta perlu adanya pengontrolan secara hati-hati terhadap pemberian penguatan, baik yang bersifat kontinu maupun yang bersifat selang-seling.
3)      Penguatan harus diberikan secepat mungkin begitu terlihat adanya respon yang benar. Hal ini akan sangat berarti dalam rangka memberikan umpan balik bagi mereka yang belajar sehingga motivasinya diharapkan semakin meningkat karena mereka mengetahui kemajuan yang telah dicapai didalam proses belajar.
4)      Individu yang belajar perlu diberikan kesempatan untuk mengadakan generalisasi karena hal ini akan memperbesar kemungkinan adanya keberhasilan.


D.    Prinsip-prinsip Operant Conditioning
Menurut skinner, pengkondisian operan terdiri dari dua konsep utama, yaitu:
a.      Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari sebuah perilaku dengan memberikan atau menghilangkan rangsangan. Prinsip penguatan dibagi menjadi dua, yaitu :
1)      Penguatan positif (positive reinforcement) adalah suatu rangsangan yang diberikan untuk memperkuat kemungkinan munculnya suatu perilaku yang baik sehingga respons menjadi meningkat  karena diikuti dengan stimulus yang mendukung.
Contoh :
Seorang anak yang pada dasarnya memiliki sifat pemalu diminta oleh guru maju ke depan kelas untuk menceritakan sebuah gambar yang dibuat oleh anak itu sendiri. Setelah anak tersebut membacakan cerita, guru memberikan pujian kepada anak tersebut dan teman-teman sekelasnya bertepuk tangan. Ketika hal tersebut berlangsung berulang-ulang, maka pada akhirnya anak tersebut menjadi lebih berani untuk maju ke depan kelas, bahkan kemungkinan sifat pemalunya akan hilang. Rangsangan yang diberikan untuk penguatan positif dapat berupa hal-hal dasar seperti, makanan, minuman, sex, dan kenyamanan pisikal. Selain itu, beberapa hal-hal lain seperti uang, persahabatan, cinta, pujian, penghargaan, perhatian, dan kesuksesan karir juga dapat digunakan sebagai rangsangan penguatan positif.
Ø  Bentuk-bentuk penguatan positif antara lain :
·   berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll),
·   perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau
·   penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).

2)      Penguatan Negative (Negative Reinforcement) adalah peningkatan frekwensi suatu perilaku positif karena hilangnya rangsangan yang  merugikan (tidak menyenangkan).
Contoh :
Seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekuensi sikap kemarahan dari ibunya. Perbedaan mutlak penguatan negatif dengan penguatan positif terletak pada penghilangan dan penambahan stimulus yang sama-sama bertujuan untuk meningkatkan suatu perilaku yangbaik.
Ø  Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain:
·   menunda/tidak memberi penghargaan,
·   memberikan tugas tambahan atau
·   menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).

1)      Penguatan Positif + Stimulus => Perilaku baik
2)      Penguatan Negatif – Stimulus => Perilaku baik

Skiner menyimpulkan bahwa dengan pemberian penguatan dapat diimplementasikan dalam proses belajar dalam beberapa hal:
1)      Tiap-tiap langkah didalam proses belajar perlu dibuat secara singkat berdasarkan tinkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya.
2)      Pada permulaan belajar perlu ada penguatan (misalnya pemberian imbalan atau hadiah), serta perlu adanya pengontrolan secara hati-hati terhadap pemberian penguatan, baik yang bersifat kontinu maupun yang bersifat selang-seling.
3)      Penguatan harus diberikan secepat mungkin begitu terlihat adanya respon yang benar. Hal ini akan sangat berarti dalam rangka memberikan umpan balik bagi mereka yang belajar sehingga motivasinya diharapkan semakin meningkat karena mereka mengetahui kemajuan yang telah dicapai didalam proses belajar.
Individu yang belajar perlu diberikan kesempatan untuk mengadakan generalisasi karena hal ini akan memperbesar kemungkinan adanya keberhasilan.


b.      Hukuman (Punishment)
Penguatan negatif (negative reinforcement) tidaklah sama dengan hukuman, keduanya sangat berbeda. Penguatan negatif lebih bertujuan untuk meningkatkan probabilitas dari sebuah perilaku, sedangkan hukuman lebih bertujuan untuk menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Dalam penguatan negatif respon akan meningkat karena konsekuensinya, sedangkan pada hukuman respon akan menurun karena konsekuensinya.
Contoh :
ketika kita meminum obat saat kita sakit kepala dan  hasilnya sakit kepala kita hilang , maka kita  akan meminum obat yang sama saat kita mengalami sakit kepal. Penghilangan  rasa sakit kepala pada kasus ini merupakan penguatan negatif, sedangkan apabila setelah meminum obat ternyata kita mendapat alergi, maka tentunya kita tidak akan meminum obat yang sama lagi sebab mendapat alergi dalam kasus ini merupakan sebuah hukuman sehingga perilaku berikutnya tidak akan mengulangi hal yang sama.
Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi untuk mengurangi atau menghilangkan kemungkian sebuah perilaku akan muncul. Sebagai contoh, seorang anak bermain-main pedang-pedangan menggunakan pisau, kemudian kulit jari tanganya terpotong ketika pisau tersebut salah diarahkan. Pada akhirnya anak tersebut akan sedikit kemungkinannya bermain-main menggunakan pisau.
Dalam hukuman juga terdapat pembagian antara positif dan negatif, yaitu :
1)      Hukuman positif (positive punishment) dimana sebuah perilaku berkurang ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan.
Contoh :
Ketika seseorang anak mendapat nilai buruk di sekolah maka orangtuanya akan memarahinya hasilnya anak tersebut akan belajar lebih giat untuk menghindari omelan orangtuanya (akan kecil kemungkinannya anak tersebut akan mendapatkan nilai jelek).
2)      Hukuman negatif (negative punishment) sebuah perilaku akan berkurang ketika sebuah rangsangan positif atau menyenagkan diambil.
Contoh :
Seorang anak mendapat nilai jelek akibat terlalu sering bermain-main dengan temannya dan malas belajar, kemudian  anak tersebut dihukum oleh orangtuanya untuk tidak boleh bermain dengan teman-temannya selama sebulan, akhirnya anak tersebut tidak akan terlalu sering bermain-main dengan temannya atau lebih mengutamakan pelajarannya.

Implementasi penerapan prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak digunakan dalam dunia pendidikan adalah:
a)      Proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila peserta didik ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya.
b)      Materi pelajaran dikembangkan didalam unit-unit dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga mahasiswa mudah mempelajarinya.
c)      Tiapa tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga peserta didik dapat segera mengetahui apakah respons yang diberikan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
d)     Setiap peserta didik memberikan respon yang perlu diberikan penguatan. Penguatan positif terbukti memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
Selain dari beberapa bentuk implemenytasi teori behaviorisme dalam bidang penfdidikan dan penajaran dikemukakan diatas, masih cukuo banyak contoh-contoh lain dari penerapan teori ini dalam kegiatan pendidikan. Contoh-contoh tersebut antara lain: pengajaran terprogram (programed learning) dimana prinsip pengembangan pengajaran adalah dengan mengembangkan materi dalam unit-unit kecil yang memberi kemudahan untuk dipelajari oleh peserta didik. Dan detiap kali unit tertentu sesuai dipelajari peserta didik mendapatkan umpan baik, dan respons yang benar diberikan penguatan yang umumnya berupa penguatan positif.
Penerapan prinsip-prinsip behaviorisme juga dikembangkan didlam bentuk prinsip belajar tuntas( mastery learning). Prinsip be;ajar tuntas juga menekannkan pada keharusan untuk memilah milah materi pelajaran kedalam unit-unit yang harus dikuasai terlebih dahulu oleh peserta didik sebelum lanjutkan kemateri berikutnya. Pada setiap akhir unit diberikan umpan balik mengenai keberhasilan belajar yang telah dicapai yang juga sekaligus berfungsi sebagai penguat.
Teori belajar behviorisme tidak lepas dari sejumlah kritikan. Kritikan yan mendasar antara lain mempertanyakn kelayakan penggunaan hasil uji coba yang digunakan pada binatang serta keterbatasan-keterbatasan laboratorium. Apakah hasil-hasil penelitian tentang proses belajar terutama menyangkut S-R yang diperoleh dengan menggunakan sebagai subjek uji coba dapat diterapkan pada manusia, sebab binatang yang berlainan spesies saja akan memberikan respon lain apabila diberi bermacam-macam stimula dan penguatan. Hal ini tentu akan sanat berbeda lagi pada manusia. Pertanyaan lain, apakah hasil-hasil penelitian di laboratorium akan relevan dengan hasil belajar yang sesungguhnya. Di laboratorium dapat mengatur dan mengukur pengaruh variabel-variabel yang ingin diteliti dengan mengontrol variabel-variabel lain. Eksperimen di laboratorium terlalu sangat sederhana sifatnya untuk ukuran ilmu-ilmu sosial sesingga kompleksitas dan karakteristik belajar pada manusia seakan–akan di abaikan.
Keritikan terhadap teori belajar behaviorisme juga diarahkan pada sejauh mana faktor-faktor sosial dalam penelitian eksperimen di laboratorium tersebut diperhatikan. Sebagaimana diketahui bahwa proses belajar pada manusia bukan merupakan sesutu yang berdiri sendiri, karena begitu banyak faktor-faktor lingkunan yang turut memberi pengaruh terhadap kegiatan maupun hasil belajar. Demikian juga nampak kecenderungan bahwa penelitian dilaboratorium mengesampingkan faktor-faktor perkembangan seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya. Perkembangan adalah pembentukan keterampilan-keterampilan baru dari keterampilan-keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya, sehingga pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap proses belajar. Demikian keterbatasan-keterbatasan dari teori belajar behaviorisme yang diakui belum dapat mengungkap secara mendasar tentan proses belajar. Lebih-lebih lagi pandangan behaviorisme yang terkesan mekanistik dan kaku dalam memandang kegiatan belajar yang dilihat sebagai perubahan tingkah laku. Padahal didalam kenyataannya perubahan sebagai akibat dari proses belajar juga menyentuh aspek-aspek yang lebih mendalam dan tidak selalu dapat dilhat dan bukan sekedar perubahan tingkah laku yang taeramati.
E.     Kelebihan dan Kekurangan Teori Skiner
Ø  Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
Ø  Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa:
·         Teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis
·         Keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian.
Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.












sumber:

Dr, Aunurrahman, M.Pd. (2011). Belajar dan pembelajaran. ALFABETA, CV : Bandung
Prof. Dr. Ratna Wilis Dahar, M.Sc. (2011). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Penerbit Erlangga

Ratna Yudhawati, S.Pd., M.Psi. dam Dany Haryanto, S.S. (2011). Teori-teori dasar psikologi pendidikan. PT. Prestasi Pustakaraya : Jakarta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pohon Filsafat

Discussion text

Ciri Berpikir filosofis dan Gaya Berfilsafat